17 Januari 2009

DENGARKANLAH BISIKAN JIWA INI!!

Jiwaku, mengapa engkau menangis??
Apakah engkau
telah menemukan kelemahanku?
Betapa pilunya air matamu
yang pedih menikam hati
Untuk sebuah kesalahan yang tidak engkau ketahui.
Sampai kapan engkau akan meratapi diri?
Tiada lagi yang masih kumiliki
kecuali kata,
Yang menerjemahkan sembuarat impian
Sebagai gejolak ambisi atau hidayahmu.

Jiwaku, cermatilah daku.
Hidupku hanya terpayungi oleh ajaranmu.
Sementara perihnya deritaku
Mengiringi lika-liku langkahmu.

Hatiku yang dulu begitu perkasa
menempati singgasana
Kini hanya meringkuk
bak budak terhina.
Kesadaranmu juga pernah mengikrarkan
kesetiaan persahabatan
Namun kini malah balik memusuhiku.
Dulu, masa remajaku adalah harapanku
Namun kini justru mengancam kelemahanku.

Jiwaku, mengapa tuntutanmu sungguh berlimpah?
telah kujauhi pesona duniawi
Demi mengikuti petuah arah
Yang engkau wajibkan untuk kuikuti.
Bersikaplah adil padaku
atau sekalian undanglah sang Maut
Agar aku terbebas.
Lantaran Mahkotamu sendiri adalah keadilan itu.

Jiwaku, maafkanlah aku, ampunilah aku!!
Engaku telah meriasiku
dengan Cinta-Kasihmu
hingga aku tak lagi kuasa menyanggahnya
Engakau dan Cinta-kasihmu
tak terbelah dalam kekuasaanmu
Sementara hati dan diriku tak terbelah dalam kelemahan
Lantas kapankah pergumulan
Kekuatan ddan kelemahan akan tuntas??

Jiwaku, maafkanlah aku, ampunilah aku!! Engkau telah menguakkan kebahagiaan yang berada
di luar kuasa jangkauanku.
Engkau dan Kebahagiaan
Bertapa di puncak gunung yang tinggi
Sementara kesengsaraan
dan diriku terbaring bersama
Di kecuraman dasar jurang.

Lalu akankah tiba suatu masa
dimana puncak gunung
Bersua dengan kecuraman dasar jurang?

Jiwaku, maafkanlah aku, ampunilah aku!!
Keindahan telah engkau tampakkan padaku
tetapi engkau segera menyembunyikannya kembali.
Engkau dan keindahan hidup dan bercahaya
Sementara aku dan kebodohan
Berkubang bersama dalam
kegelapan yang hakiki.
Lantas akankah tiba suatu masa
Dimana kegelapan akan tertembus
Oleh Cemerlang cahaya??

Kecermelanganmu akan berkunjung
bersama kedatangan akhirat kelak,
namun kini engkau menuturkannya
sebagai suatu awal keberangkatan.
Ragaku dan kehidupan kini
menderita bersama
Sepanjang kami berada dalam ruang kehidupan.
Jiwaku, inilah yang tak kunjung kupahami.
Engkau terbang cepat memasuki Alam Keabadian
Sementara ragaku
hanya beringsut sangat perlahan

Menuju muara kehancuran
Engkau tidak bisa menungguku
Sedangkan ragaku tidak dapat dipacu.
Jiawaku, inilah siksa batinku.

Engaku mengunjungi sang Kekasih
Di tengah kesenyapan malam
dan mengkhidmati
Pucuk-pucuk indahnya kebersamaan.
Sedangkan ragaku senantiasa tertinggal
terbakar oleh gelagar prahara
antara harapan dan perpisahan
Jiwaku, inilah ujung derita batinku

jiwaku, maafkanlah aku, ampunilah aku

3 komentar:

Comment please, Thanks for No Spamming...