
Aku sempat tersinggung dengan obrolan teman-teman sepermainan beberapa waktu lalu. Sedikit menilik beberapa hal mengenai perubahan nasib negeri ini, Indonesia, negeri orang local, orang miskin, orang minoritas dan orang mayoritas. Sebuah obrolan yang menggelitik urat syarafku dan sedikit menggerakkan roda-roda kepalaku. Masuk akal sekali dengan kelakar yang mereka lontarkan.
Bolehlah bila otak manusia dijadikan sup panas dengan bumbu-bumbu dan rempah dapur. Otak orang Jepang dijadikan sup mungkin rasanya tidak enak, hambar, tidak sedap, tidak beraroma karena tidak berminyak. Sehingga tidak ada orang yang menyukai sup ala orang jepang. Dibandingkan dengan sup otak dari local, otak yang diamsak banyak mengeluarkan minyak, sehingga aroma khas timbul, rasanya gurih, dan nikmat di lidah.
Menelaah permisalan diatas, dapat kita tarik alasan secara logika. Minyak sangatlah berpengaruh dengan kinerja otak kita. Otak orang jepang tidak mengandung minyak, karena otak mereka habis terbakar untuk energi menggerakkan torak mesin otak mereka, menggerakkan garden, menggerakkan as roda gila, dan menggerakkan roda-roda untuk berjalan dengan akselerasi pasti. Mereka orang jepang tidak menyia-nyiakan energi yang tersimpan di otak untuk tidak terpakai dan mengendap di jaringan otak kepala mereka, mereka gunakan untuk berpikir, berkarya, berinovasi, dan pada akhirnya solusi perubahan yang mereka dapatkan. Dibandingkan dengan otak kita, mungkin yang selalu ingin serba instant adanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang ada, sehingga membuat otak kita sedikit termanja untuk berpikir, berkarya, berinovasi. Sangat disayangkan sekali otak dan akal pikiran yang dianugerahkan kepada kita tidak teraplikasi pada hal yang kurang bermanfaat pada diri kita sendiri.
Lihat lah! Generasi kita sekarang pada + anak umur 7 tahun, otak mereka banyak yang telah diracuni dengan banyak sinetron percintaan yang belum pantas mereka dapatkan sesuai dengan umur mereka. Mereka terus menerus larut dalam lamunan, khayalan yang buntutnya tidak berbuah nyata dan hasilnya adalah negative. Ujungnya beralih dengan pertumbuhan jiwa dan moral mereka menginginkan suatu hal tanpa usaha, dan tidak berpikir secara logis memandang jauh ke masa depan. Lalu apa tindakan Generasi Pendahulu kita??...akh tidak mereka pun juga terbuai dengan kepentingan mereka sendiri juga.
Kenyataannya banyak kemiskinan materi dan moral, eksploitasi anak, ketidak pedulian antar sesama, kebusukan system birokrasi, meski dengan lantangnya suara mereka membela kaum yang tertindas. Pancasila landasan Negara kita Indonesia seolah hanyalah sebagai symbol belaka, tanpa pengamalan yang sesuai. Akibat nya terjadi pergeseran, pengkaratan moral pada diri bangsa kita.
Cobalah kita menyadari sebagai para orang tua, pejabat, pemuda-pemudi, dan masyarakat lain meluangkan waktu mereka untuk berpikir kembali untuk mau merubah keadaan dari lingkungan terdekat kita, tanpa harus memojokkan hak masing-masing. Terus berfikir dan berusaha untuk kebaikan bersama, niscaya akan ada jalan keluarnya. Dan hasil itu akan lebih nikmat pula jika kita merasakan bersama pula.
